Pemerintah menyoroti batasan koalisi pasca Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas (presidential threshold) untuk pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. Putusan MK (nomor 62/PUU-XXI/2023) menyatakan penentuan ambang batas dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berlaku.
Penekanan Pemerintah
-
Norma Baru untuk Batasi Calon Presiden: Pemerintah menilai tidak mungkin membuat norma baru yang membatasi jumlah calon presiden, mengingat penghapusan ambang batas oleh MK.
-
Rekayasa Konstitusional: MK meminta pemerintah dan DPR melakukan revisi konstitusi dalam UU Pemilu untuk menghindari jumlah calon yang berlebihan.
Sikap Pemerintah
-
Komitmen Terhadap Putusan MK: Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan pemerintah menghormati putusan MK yang bersifat final dan mengikat.
-
Perubahan Aturan: Pemerintah akan membahas perubahan UU Pemilu untuk mengikuti penghapusan presidential threshold, melibatkan berbagai pemangku kepentingan termasuk KPU, Bawaslu, akademisi, dan masyarakat.
Pengawasan Terhadap Koalisi
-
Batasi Dominasi: Panduan dari MK adalah agar koalisi partai politik tidak mendominasi pilpres. Kecuali batasan maksimum dari total partai peserta pemilu yang boleh bergabung dalam mencalonkan presiden perlu dirumuskan dalam UU yang hati-hati.
-
Antisipasi Mayoritas Partai Berkoalisi: Untuk mencegah satu koalisi mendominasi, diusulkan adanya batasan agar pembagian calon presiden dari gabungan partai tidak meliputi mayoritas partai peserta pemilu.
Pemerintah menegaskan akan merespons dan mendiskusikan implikasi putusan MK tersebut untuk penyelenggaraan Pemilu Presiden tahun 2029.